Bernard Jakoby dikenal sebagai pakar dalam penelitian tentang kematian di wilayah yang berbahasa Jerman. Dalam sebuah percakapan dengan The Epoch Times, ia membagikan penemuannya tentang kehidupan setelah mati, pengalaman mendekati kematian, dan kontak setelah kematian.
Saya bertemu Bernard Jakoby di Kulturhaus Schwartzsche Villa Cafe, Berlin. Cafe itu adalah sebuah proyek komunitas dan memiliki suasana yang tenang dengan sebuah pemandangan taman dan pohon-pohon tuanya yang indah— benar-benar sebuah tempat yang tepat untuk topik kita yang tafakur.
Jakoby mengingat kembali bagaimana semua itu berawal. Ketika buku Life After Death (Kehidupan setelah kematian) karya Dr. Raymond Moody diterbitkan, ia masih bersekolah di SMA. Buku tersebut berisi penelitian tentang kematian.
Disaat yang hampir bersamaan, awal 1980-an, ada siaran radio selama tiga sesi satu jam membahas topik yang sama, dihantarkan oleh Dr. Elizabeth Kuebler-Ross, Jerman. Ini meyakinkan dugaan Jakoby bahwa kehidupan setelah kematian dan kesinambungan keberadaan spirit dan pikiran, ketidak tergantungan tubuh fisik, adalah nyata.
Beberapa tahun kemudian, pada 1986, ibu Jakoby jatuh sakit kanker yang tidak bisa disembuhkan. Ayahnya juga didiagnosa terkena kanker pada 1988. Empat tahun sebelum orang tuanya meninggal (mereka meninggal pada selang waktu yang tak lama) Jakoby menyatakan sebagai sebuah pengealaman yang berkembang. Itu adalah sebuah waktu yang sangat istimewa, khususnya dua tahun terakhir, termasuk operasi darurat dan perawatan kemoterapi.
Malam sebelum kematian ibunya, saat kematian terlihat sangat dekat, saudara Jakoby memanggilnya. Jakoby mengendarai mobilnya kembali menuju rumah sakit. Ketika ia menunggu di sebuah perempatan lampu merah, air mata tiba-tiba memenuhi matanya, dan ia dipengaruhi oleh sebuah gelombang perasan terbebas, kegembiraan dan kebahagiaan.
Ketika ia sampai di rumah sakit tujuh menit kemudian, ia mempelajari bahwa ibunya meninggal tepat saat ia merasakan emosi yang hebat di perempatan itu. Kejadian ini menjadi sebuah kunci pengalaman baginya. Ia ingin lebih tahu lagi, untuk mengetahui secara pasti apa tang terjadi ketika seseorang meninggal.
Setelah masa berkabung, pada 1994, Jakoby pindah ke Berlin untuk mengumpulkan data penelitian empirik. Ia mulai mencari orang-orang yang mempunyai pengalaman mendekati kematian, dan mereka yang menyatakan memiliki kontak setelah kematian. Ia menambahkan kedalam dua publikasi daftar lokal dan memprakarsai kelompok diskusi untuk menarik orang dan mereka yang mempunyai pengalaman seperti itu.
"Berlin adalah sebuah tempat yang bagus untuk penelitian semacam ini, jika anda berwawasan terbuka tentang hal-hal seperti itu", kata Jakoby.