Baru-baru ini, matematikawan asal Rusia, menyatakan, makhluk angkasa luar pernah datang ke bumi sekaligus meninggalkan informasi dan penanggalan mereka untuk peradaban manusia. Frader menuturkan bahwa temuannya ini bukan kebetulan, melainkan hasil penelitian yang dicari-cari selama bertahun-tahun.
Banyak peneliti mencermati, bahwa dalam novel dan legenda manusia, ada sejumlah peristiwa yang mirip dan terjadi secara bersamaan. Dan peristiwa–peristiwa ini menjelaskan bahwa peradaban makhluk angkasa luar pernah mengunjungi bumi pada zaman purbakala.
Ada yang menuturkan, bahwa sangat sulit bagi manusia untuk melacak jejak makhluk angkasa luar. 2/3 areal di bumi adalah samudera, kutub selatan dan utara keduanya diselimuti dengan salju tebal, sedangkan daerah lainnya juga terdapat hutan dan padang pasir yang luas. Ada sarjana yang menuturkan, jika benar mahkluk angkasa luar datang ke bumi, mereka juga akan mempertimbangkan : sebetulnya informasi apa yang ada disana sehingga dapat tersimpan setelah ribuan tahun.
Frader menuturkan, bahwa mungkin makhluk angkasa luar memutuskan meningalkan penanggalan mereka di bumi. Seperti contoh misalnya, ketika firaun Mesir mewarisi tahta kerajaan, biasanya ia akan mengucapkan sebuah janji yang sangat unik : mereka janji tidak akan mengubah sedikitpun terhadap perundang-undangan.
Banyak sekali dokumen zaman kuno mengungkapkan 2 nama dewa kecerdasan : Thoth (dewi bulan dalam legenda Mesir) dan dewa Hermes dalam legenda Yunani (dewa yang menyampaikan pesan kepada para dewata sekaligus pengurus perdagangan, penunjuk jalan, ilmu pengetahuan, penemuan, kefasihan lidah (pandai berbicara), keberuntungan dan sebagainya). Dalam legenda tersebut dikatakan sejumlah buku tertentu disembunyikan sebelum kembali ke langit. Ada juga sarjana yang meramalkan buku kecerdasan dewa berusia ratusan tahun dan tidak hancur. Lagipula dewa juga tidak menginginkan manusia menemukan dan membaca isi buku tersebut.
Matriks Sofia adalah letak rahasia kuncinya
Manusia tidak perlu membaca teknologi dan ilmu pengetahuan yang ditinggalkan makhluk luar angkasa di bumi, tapi yang belakangan ini memang benar eksis di bumi. Seperti misalnya matriks penanggalan permanen yang ditemukan di sebuah gereja di Ukraine. Matriks ini membuat anda dengan mudah sekali memecahkan masalah waktu dalam periode apapun. Dan ilmuwan sekarang menjadikan matriks penanggalan ini sebagai titik awal penelitian kode zaman kuno.
Makhluk angkasa luar pernah merombak gen manusia?
Beberapa hari yang lalu, ilmuwan asal Perancis mendapatkan sebuah kesimpulan yang mengejutkan setelah meneliti sususnan gen DNA manusia di berbagai daerah di dunia : kurang lebih pada 1.000 tahun silam, “suatu makhuk hidup pernah merombak gen manusia, sekaligus menanamkan sebuah ‘informasi gen’ yang penting di dalamnya, sehingga dengan demikian inteligensi manusia meningkat luar biasa.”
Hipotesa ini membangkitkan semangat, sebab jika akhirnya terbukti, maka ia pasti akan menjadi bukti penting akan eksistensi peradaban di luar planet bumi. Dan media setempat Rusia juga menyebutkan, peneliti obyek terbang asing Amerika baru-baru ini menyebutkan, bahwa makhluk angkasa luar dari alam semesta selain memakai cara teknologi dan militer menyelidiki bumi, sejak akhir abad ke-20, mereka juga mengunakan cara-cara lain mencuri data gen manusia dan di bawa ke luar angkasa untuk riset.
Hujan Merah
Profesor Wickeramasinghe yakin bahwa kehidupan berasal dari angkasa. Hal ini berpangkal dari hujan merah aneh di kawasan India sebelah Selatan juli 2001 silam. Setelah hujan berlalu, orang-orang menemukan benda misterius. Ilmuwan menyebutkan, bahwa (titik) hujan merah cemerlang ini besar kemungkinan mengandung jejak kehidupan makhluk angkasa luar. Menurut laporan The Sun Inggris, bahwa ketika meteor melintas di angkasa dan meledak setelah terjadi gesekan atau berbenturan dengan atmosfer bumi, dimana dalam 2 bulan secara kontinue, sejumlah besar titik hujan berwarna merah cemerlang.
Menurut laporan BBC, ketika itu penduduk setempat mengira hujan merah yang aneh itu adalah pertanda datangnya kiamat. Namun pemerintah daerah setempat mengklarifikasinya: Hujan merah ini hanya merupakan debu padang pasir dari kawasan Arab.
Tapi doktor Gofrey Louis dan Sejawatnya Wickeramasinghe dari Universitas Gandhi menuturkan, bahwa dalam cairan-cairan merah tersebut, dimana secara “biologis mengandung suatu partikel hidup warna merah yang mirip dengan sel”. Mereka menuturkan, bahwa partikel-partikel merah tersebut seperti suatu kehidupan yang berasal dari angkasa luar, paling tidak ada 5 ton partikel demikian yang mengumpulkan karbon dan gas yang kemudian membentuk titik hujan berwarna merah cemerlang dan jatuh ke bumi.
Kesimpulan doktor Godfrey Louis ini berdasarkan sejumlah sel binatang yang sangat kecil yang ditemukannya dalam hujan merah ini, semua sel-sel ini tidak ber-DNA. Sedangkan sel semua makhluk hidup di bumi mesti memiliki DNA!
Belakangan ini, pendapatnya itu telah menimbulkan kontroversial di antara para ilmuwan di seluruh dunia. Dan perdebatan tentang asal muasal sel-sel misterius ini pun muncul karenanya.
Dan baru-baru ini, satuan produksi Horizon BBC menemani profesor Wickeramasinghe berangkat ke selatan India untuk menyelidiki lebih lanjut terhadap hujan merah ketika itu. Di India Wickeramansinghe bertemu dengan doctor Louis, kemudian mereka mewawancarai sejumlah saksi mata hujan merah tersebut. Di saat yang sama Wickeramasinghe juga meninjau tugas terbaru doktor Louis.
Doktor Louis mempertunjukkan mikroba angkasa yang ditemukan dalam hujan merah tersebut yang diluar dugaan dapat menahan suhu panas setinggi 300?C! melihat itu Wickeramasinghe lantas meyakini bahwa hujan merah itu merupakan suatu bentuk kehidupan dari angkasa luar.
Wickeramasinghe menuturkan : “sebelum ke India, saya masih ragu apa benar hujan merah ini adalah tamu dari luar angkasa. Namun, setelah tiba di India, saya sangat yakin atas hal ini!
Bersamaan dengan itu, Badan Antariksa Nasional AS masih meneliti daya tahan bakteri di bumi terhadap keadaan yang ekstrem dingin itu. Dan hasilnya ditemukan, bakteri-bakteri tertentu ini memiliki daya tahan yang sulit dipercaya terhadap ekstrem dingin ataupun panas, cukup mengikuti sebuah meteorit melintasi angkasa menuju bumi.
Profesor Wickeramasinghe menuturkan : “dalam perjalanannya ke bumi, bakteri-bakteri ini mesti menahan suhu yang ekstrem rendah, ruang hampa udara, sinar ultraviolet, sinar kosmos, sinar x dan faktor-faktor lainnya di angkasa.”
Dalam 10 tahun belakangan ini, ilmuwan semakin serius menyikapi Panspermia (teori embrio asing) ini. Minat penyelidikan NASA terhadap kehidupan di luar angkasa juga semakin kuat. Dan sehubungan dengan hal ini mereka membuat sebuah kapal selam yang dikendalikan robot, yang direncanakan untuk mencari tanda-tanda kehidupan di samudera yang banyak terdapat satelit di Jupiter. Dan saat ini kapal selam ini tengah di uji coba pelayarannya di suatu danau di negara bagian Texas, AS.
Seandainya kehidupan awal benar-benar dari planet luar, maka semua makhluk hidup di bumi termasuk manusia berasal dari evolusi kehidupan pertama ini. Dan jika ditilik dari pengertian ini, bukankah kita semua ini merupakan makhkluk angkasa luar dalam arti tertentu.
Misteri Puing-Puing Pesawat dan Mayat Makhluk Angkasa di Siberia
Ilmuwan Rusia dilaporkan telah menemukan bongkahan piring terbang (UFO) yang diselimuti bongkahan es raksasa di Siberia secara tidak sengaja ketika mereka mencari tambang uranium. Mengutip pernyataan ilmuwan Rusia Dr. Yuri Gortonin bahwa penemuan rongsokan piring terbang berdiameter 50 yard adalah “penemuan paling bersejarah di dunia”.
Berdasarkan komputer ’scanning’ dan foto ultrasonik, menurut Yuri Gortonin yang memimpin 22 anggota tim riset , pada rongsokan piring terbang itu terdapat 31 mayat makhluk angkasa luar. Dan karena medan yang terlampau sulit maka mayat-mayat itu baru akan dievakuasi pada pertengahan Desember. Piring terbang itu diduga jatuh di Siberia karena “kecelakaan” dan mendarat darurat di Siberia sekitar 100 tahun lalu. “Kemungkinan piring terbang itu kehabisan bahan bakar dan terpaksa melakukan pendaratan darurat di padang es yang membeku dimana suhu udaranya 50 derajat di bawah nol,” katanya.
Berdasarkan deteksi yang dilakukan pesawat tersebut tidak mengalami kehancuran total. “Jadi, kami perkirakan makhluk asing itu tewas bukan karena benturan atau luka-luka, melainkan membeku karena hawa dingin yang luar biasa,” katanya.
Selama 100 tahun timbunan es tersebut mencapai 26 kaki ketebalannya. Pembongkaran bongkahan es raksasa tersebut, menurut Gortonin, membutuhkan waktu beberapa pekan. Apalagi mereka harus menggali dengan hati-hati supaya tidak menghancurkan rongsokan piring terbang itu.