Akhirnya Soegija resmi diluncurkan juga hari Kamis (07/06) lalu. Sudah
tak sabar saya ingin menulis tentang film ini. Mengapa? Film ini sarat
sisi humanis, tempat kita belajar kebaikan dan mencintai sesama tanpa
menghadirkan fanatisme pada kepercayaan tertentu.
Kelemahan bangsa yang heterogen, namun terdapat golongan mayoritas yang
penuh dogma tanpa pemahaman jernih sering mengakibatkan hegemoni atau
rasa berkuasa berlebihan. Nah, film Soegija ini mengajak kita memandang
hubungan sesama manusia (habluminannas) tanpa memunculkan tendensi
negatif dan menyerang kepercayaan lain.
Soegija, atau lengkapnya Monsinyur Albertus Sogijapranata SJ, adalah uskup pribumi pertama di Indonesia. Ditahbiskan tahun 1940 -- hingga 1949, menjadi pengayom rakyat ketika kondisi negara ini penuh gejolak revolusi, sejak pendudukan Jepang hinga awal masa kemerdekaan.
Peran sertanya dalam meringankan beban penderitaan rakyat di tengah kekacauan perang, ia tuangkan dalam catatan hariannya. Kisah itulah yang diangkat kembali oleh Garin Nugroho. Memang, betapa besar peran Romo Soegija (bila boleh saya menyebutnya) di semua tingkat, baik politik lokal, nasional dan internasional.
Berkat 'teladan' Soegija bisa membawa ketenangan pada masyarakat, Presiden Soekarno memberikan penghargaan dengan gelar Pahlawan Nasional.
Beginilah seharusnya seorang tokoh agama berperan di tengah publik. Tingginya ilmu agama yang dimiliki, tidak ditularkan pada orang banyak dengan nada kemarahan, fanatisme, bahkan malah membuat provokasi yang semakin mendidihkan hati rakyat yang sedang gundah. Tetapi, menjadi pengayom... itulah semestinya yang dilakukan orang-orang berilmu agama tinggi.
Soegija, atau lengkapnya Monsinyur Albertus Sogijapranata SJ, adalah uskup pribumi pertama di Indonesia. Ditahbiskan tahun 1940 -- hingga 1949, menjadi pengayom rakyat ketika kondisi negara ini penuh gejolak revolusi, sejak pendudukan Jepang hinga awal masa kemerdekaan.
Peran sertanya dalam meringankan beban penderitaan rakyat di tengah kekacauan perang, ia tuangkan dalam catatan hariannya. Kisah itulah yang diangkat kembali oleh Garin Nugroho. Memang, betapa besar peran Romo Soegija (bila boleh saya menyebutnya) di semua tingkat, baik politik lokal, nasional dan internasional.
Berkat 'teladan' Soegija bisa membawa ketenangan pada masyarakat, Presiden Soekarno memberikan penghargaan dengan gelar Pahlawan Nasional.
Beginilah seharusnya seorang tokoh agama berperan di tengah publik. Tingginya ilmu agama yang dimiliki, tidak ditularkan pada orang banyak dengan nada kemarahan, fanatisme, bahkan malah membuat provokasi yang semakin mendidihkan hati rakyat yang sedang gundah. Tetapi, menjadi pengayom... itulah semestinya yang dilakukan orang-orang berilmu agama tinggi.
Tak heran, Republika memuat kabar Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sulawesi
Utara menggelar 'nobar' (nonton bareng) saat film ini diputar perdana di
Manado, Kamis silam.
"Melalui film ini kita banyak belajar tentang nlai-nilai pluralisme, kebangsaan, humanisme dan multikultural," kata Benny Ramdani, Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Sulut.
Semoga, kita pun mendapat inspirasi yang sama setelah kamu menyaksikan film ini. Ya, memiiki iman yang kuat memang harus dicapai oleh setiap orang. Toh, bukan berarti iman menjadi tembok tinggi yang menutup mata hati kita hanya karena orang lain beda kepercayaan.
"Melalui film ini kita banyak belajar tentang nlai-nilai pluralisme, kebangsaan, humanisme dan multikultural," kata Benny Ramdani, Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Sulut.
Semoga, kita pun mendapat inspirasi yang sama setelah kamu menyaksikan film ini. Ya, memiiki iman yang kuat memang harus dicapai oleh setiap orang. Toh, bukan berarti iman menjadi tembok tinggi yang menutup mata hati kita hanya karena orang lain beda kepercayaan.
Film Penuh Tokoh
Soegija adalah film drama epik sejarah dari Indonesia yang disutradarai
oleh sutradara senior Indonesia Garin Nugroho, dibintangi oleh budayawan
Nirwan Dewanto yang memerankan tokoh pahlawan nasional Albertus
Soegijapranata. Dengan anggaran sekitar Rp 12 Miliar, film ini menjadi
film termahal yang disutradarai Garin Nugroho.
Film ini diproduksi dengan format film perjuangan yang mengambil cerita dari catatan harian tokoh Pahlawan Nasional Mgr. Soegijapranata, SJ dengan mengambil latar belakang Perang Kemerdekaan Indonesia dan pendirian Republik Indonesia Serikat pada periode tahun 1947 – 1949.
Film ini juga menampilkan tokoh-tokoh nasional Indonesia lain, seperti Soekarno, Fatmawati, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paku Alam VIII, Jenderal Soedirman, Soeharto, dll.
Film ini diproduksi dengan format film perjuangan yang mengambil cerita dari catatan harian tokoh Pahlawan Nasional Mgr. Soegijapranata, SJ dengan mengambil latar belakang Perang Kemerdekaan Indonesia dan pendirian Republik Indonesia Serikat pada periode tahun 1947 – 1949.
Film ini juga menampilkan tokoh-tokoh nasional Indonesia lain, seperti Soekarno, Fatmawati, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paku Alam VIII, Jenderal Soedirman, Soeharto, dll.
Trailer:
Sumber: