Namun pada pertengahan abad 20, kuil tersebut dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi dengan presisi hampir 100%.
Kuil Abu Simbel sendiri selama ribuan tahun setelah berdiri telah terkubur pasir dari gurun yang tersebar di Mesir. Pada abad keenam, ada catatan yang menunjukkan bahwa kuil tersebut telah terkubur pasir setinggi lulut patung raksasa Ramses II. Lalu kuil tersebut akhirnya terkubur sepenuhnya dan dilupakan.
Sampai akhirnya pada 1813, seorang peneliti dunia timur berkebangsaan Swiss, JL Burckhardt menemukan puncak kuil tersebut. Ia berbagai informasi dengan seorang penjelajah Italia bernama Giovanni Belzoni, yang kemudian melakukan ekspedisi ke lokasi kuil tersebut. Tetapi Belzoni
gagal menggali dan tak menemukan pintu masuk ke kuil tersebut.
Setelah melakukan persiapan lebih matang, pada tahun 1817 ia pun kembali ke lokasi situs tersebut. Kini ia berhasil masuk ke dalam kuil dan mengambil sebagian benda berharga yang bisa dibawanya.
Namun, nama Abu Simbel sebagai penamaan kuil tersebut, berasal dari nama seorang bocah yang menjadi guide pertama kali ke situs ini. Ia mengaku melihat kuil ini dari hari ke hari sampai akhirnya menggali kuburan pasir itu sendirian. Sampai akhirnya kuil tersebut bisa terlihat. Setidaknya begitu kata legenda. Sehingga untuk mengenang dedikasinya, kuil ini disebut sebagai Abu Simbel.
Relokasi Spektakuler
Sementara itu, pemerintah Mesir merencanakan proyek pembangunan Aswan High Dam (bendungan besar dekat Aswan, Mesir) yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan Danau Nasser, di tepian aliran Sungai Nil sekarang. Berdasarkan blueprint proyek tersebut, Kuil Abu Simbel pun terancam tenggelam oleh genangan air.
Bersamaan dengan rencana itu, pada 1959, muncul gerakan kampanye donasi untuk menyelamatkan situs-situs yang menjadi monumen Nubia. Yaitu kelompok situs Mesir Kuno di aliran Sungai Nil yang memang hampir semuanya agak terbengkalai dan terancam tenggelam oleh kenaikan permukaan aliran Sungai Nil akibat proyek DAM.
Di bawah bendera UNESCO (sebagai salah satu badan PBB), Kuil Abu Simbel dicetuskan sebagai salah satu situs yang paling terancam oleh proyek bendungan Aswan di Sungai Nil.
Pada tahun 1963, proyek ini pun selesai direncanakan di atas kertas dengan dana 80 juta dolar AS (masa itu) atau sekitar 728 miliar rupiah (kurs Rp 9.200). Dan pekerjaan lapangan dimulai pada 1964. Dengan melibatkan sejumlah ahli konstruksi, arkeolog dan pakar lainnya. Solusinya, Kuil Abu Simbel harus dipindahkan secara utuh ke lokasi baru.
Selama empat tahun proyek pemindahan itu dilakukan dengan perhitungan dan akurasi yang luar biasa. Masing-masing bagian kuil yang terbuat dari batu seberat ratusan ribu ton itu dengan teliti dibelah-belah. Masing-masing menjadi potongan blok batu seberat rata-rata puluhan ton dengan jumlah sekitar 1050 potongan.
Semua potongan batu itu kemudian dipindahkan ke lokasi baru sekitar 200 meter ke arah selatan di ketinggian 60 meter dari lokasi aslinya. Di lokasi baru, potongan-potongan batu itu disusun ulang bagai menyusun potongan puzzle mosaik.
Bulan demi bulan, kepingan-kepingan itu mulai tersusun dengan presisi yang luar biasa tepat. Sampai akhirnya seluruh potongan batu sudah terpasang di lokasi baru pada 1968. Untuk memberi kesan yang persis seperti aslinya, para ahli pun melengkapinya dengan bukit buatan di bagian atas dan belakang kuil tersebut.
Sementara untuk menutup bekas potongan, mereka melakukan finishing dengan menggunakan teknik yang luar biasa. Hasilnya, sama sekali tidak terlihat bekas potongan di kuil tersebut. Semua tampak mulus di bagian luar dan dalamnya tertata sesuai dengan kondisi 3000-an tahun lalu.
Kuil Abu Simbel yang ditata ulang menghadap Danau Nasser ini menjadi proyek pergeseran bangunan paling spektakuler di abad ke-20. Menjadi daerah tujuan wisata yang terkenal di Mesir dan seluruh dunia.